“Mencintai tak harus memilki…,”
demikian syair sebuah lagu yang terdengar di radio. Ini kisah cinta yang tak
kesampaian, entah karena cinta tak berbalas, maupun dua insan yang saling
mencintai tapi terpaksa tak bisa bersatu.
Ini kisah si Lanang, sebut saja
namanya begitu, yang cinta setengah mati kepada Melati, gadis idamannya sejak
masa SMA. Cinta si Lanang tak berbalas. Selain mungkin Melati tidak tertarik
dengan Lanang, mungkin juga faktor beda keyakinan antara keduanya telah menjadi
kendala.
Lanang adalah pemuda yang brilyan
dalam pelajaran. Prestasinya mengagumkan. Namun dalam urusan cinta, tampaknya
Lanang tak bisa berpikir jernih. Ketika Melati menikah dengan orang lain,
Lanang masih mencintai. Ketika Melati sudah berputra, Lanang pun masih
mencintai. Melati adalah ‘cinta sejati’ Lanang (tentu saja menurut versi Lanang
sendiri).
Kuliah Lanang akhirnya
berantakan. Menurut teman-temannya, tampaknya masalah cinta kepada Melati
memberi andil utama kacaunya konsentrasi Lanang kepada kuliahnya. Hidup Lanang
berantakan karena kesetiaan kepada cintanya sendiri. Ah, Lanang, seharusnya kau
tahu bahwa mencintai tak harus memiliki….
Apakah di antara Anda ada yang
mengalami kasus mencintai tapi tak memiliki? Pendapat saya, mencintai harusnya
memiliki. Kalau tidak bisa dimiliki, JANGAN dicintai (atau kurangilah cinta
Anda).
Baik, agar lebih netral, boleh
mencintai tanpa memiliki, tapi CINTAILAH YANG ANDA MILIKI.
Banyak terjadi pasangan suami
istri yang diam-diam masih berselingkuh hatinya. Salah satu dari mereka masih
memendam cinta yang amat sangat kepada ‘cinta sejati’nya. Hatinya masih terus
mengingat masa lalunya. Sementara mungkin yang sedang ia ingat itu tidak balas
mengingatnya sedikitpun. Sebaliknya, pasangan yang kini dimiliki dan memiliki,
justru tidak mendapat cinta yang penuh. Bayang-bayang masa lalu masih melekat,
bagaikan beban berat di punggung yang tak bisa dilepaskan.
Bila Anda mencintai sesuatu,
kemudian gagal memilikinya, relakan saja. Punahkan cintamu itu dan arahkan
kepada yang bisa engkau miliki. Kemampuan melepaskan apa yang luput dan hilang
darimu adalah bagian dari keimananmu kepada Tuhan. Pantaskah kita menganggap
apa yang terbaik bagi kita adalah yang luput itu? Mengapa tidak kita syukuri
apa yang diberikan-Nya kepada kita?
Mencintai sesuatu yang tidak
dimiliki sebenarnya adalah tindakan yang buruk, karena menguras energi. Cinta
adalah perhatian yang memerlukan energi perasaan dan pikiran. Mencintai
memerlukan energi. Karena itulah yang terbaik adalah saling mencintai, suatu
kondisi saling memberi energi. Bila kita saling mencintai, maka kedua pihak
akan semakin sehat dan tumbuh. Bila hanya salah satu yang mencintai, maka si
pecinta akan terus mengeluarkan energinya dan suatu saat mengalami kemunduran,
fisik maupun mental. Hanya mereka yang punya tingkatan ikhlas tinggi sajalah,
mampu menyerap dengan mudah energi dari alam semesta untuk kemudian disalurkan
menjadi energi cinta kepada makhluk lain. Dan kalau memang punya keikhlasan
tinggi, bukankah sangat mudah untuk melepaskan apa yang luput itu?
Bila Anda pernah mencintai
seseorang, dan lalu menjadi milik orang lain. Punahkan cintamu kepadanya.
Carilah sosok lain yang bisa mengimbangi cintamu, dan cintailah
sepenuh-penuhnya. Cinta searah tak akan menumbuhkan, cinta dua arah akan saling
menumbuhkan.
Kisah si Lanang adalah kisah
nyata seorang teman saya. Syukurlah, setelah kejatuhan yang begitu menyakitkan,
kini dia bisa menerima dan memulai kehidupan yang baru.
Mencintai tak harus memiliki. Setelah
gagal memiliki, tak usahlah terus mencintai. Carilah ganti, dan kemudian
cintailah apa yang kau miliki.





Energi yang terakumulasi, berlapis dan bertumpuk akan diputar dengan generator orang-orang yang bertawaf yang berputar secara berlawanan arah jarum jam yang dilakukan jamaah Makah sekitarnya dan Jamaah Umroh / Haji yang dalam 1 hari tidak ditentukan waktunya.






